Entri Populer

Minggu, 24 April 2011

BERGURU KEPEMIMPINAN DARI KI AGENG PENGGING
Oleh; Ahmad Yani
Lereng merapi menyimpan sejuta pesona mistis, hingga para pencari kesaktian menjadikan daerah ini sebagai tempat yang sangat tepat untuk mengolah kemampuan diri. Disanalah “merapi” berdiam guru sakti bernama Ki Ageng Pengging.
Engkau tahu, hatiku sangat membenarkan islam yang engkau anut. Namun, aku tetap ingin berada di jalan Budha. Karena ini adalah jiwaku, yang membuatku lebih nyaman dalam meniti kebahagiaan hidup (hal 35). Inilah sepenggal kalimat yang disampaikan Andayaningrat kepada istrinya Dewi Pembayun (Ayu Andarawati), seorang putri campa ketika memilih jalan Budha bertapa di lereng merapi.
Novel karya Agus Wahyudi ini, mencoba mengungkap dan menganalisis kronik kerajaan Pengging dari sebab-sebab terbentuknya (latar belakang), reorganisasi yang dilakukannya, kerja dan kinerjanya, hingga menjadi kerajaan yang cukup disegani di antara kerajaan lainnya. Walaupun hanya desa kecil yang tidak di jangkau oleh majapahit dan pajang, pengging mampu menciptakan suasana yang aman dan tentram bagi rakyatnya.
Kebo Kanigara sangat menyadari betul apa yang menjadi keinginan rakyatnya, ia tahu persis apa yang mereka kehendaki, meskipun tidak pernah terucap di hadapannya. Para pejabat dan pembantunya pun tidak pernah mengatakan hal-hal yang menjadi harapan rakyat itu kepadanya. Rakyat Pengging sangat mengidamkan kehidupan ekonomi dan tatanan masyarakat yang lebih baik, aman dan tentram. Karena banyaknya perompak dan pembuat onar hingga mereka mendambakan sosok pemimpin yang bisa mengayomi dan melindungi mereka.
Ki Ageng Kebo Kenanga merupakan saudara Kebo Kanigara, memimpin Pengging ketika Kebo Kenanga memilih jalan bertapa di lereng merapi mengikuti jejak ayahandanya, kemudian Kebo Kenanga menikah dengan kakak perempuan Ki Ageng Butuh (murid Syekh Siti Jenar pula). Dari perkawinan itu, lahir seorang putra bernama Mas Karebet (Joko Tingkir). Dari keturunan Kebo Kenanga inilah, lahir pemimpin-pemimpin tangguh Nusantara. Setelah menjadi sosok yang mapan dalam kesanktian diri, Jaka Tingkir mendirikan Kesultanan Pajang. Pendirian kasultanan Pajang adalah sebagai usaha Jaka Tingkir, yang telah berhasil memperistri putri Sultan Trenggana, untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Demak menuju pedalaman.
Novel karya Agus Wahyudi ini sangat pantastis dan alur ceritanya mudah difahami, pembaca tidak akan bosan membacanya walaupun berulang-ulang, karena ketika membaca Novel Ki Ageng Pengging Sufi Agung Jawa ini. Membaca buku ini, spembaca seakan-akan terlibat langsung dalam peristiwa yang terjadi pada saat itu, seakan-akan melihat langsung kejadian-kejadian yang terjadi ketika kebo kenanga berdialog dengan Sunan Bonang.
Novel ini juga sangat relevan dibaca oleh siapapun. Karena mengandung nila sejarah nusantara tersendiri. Di samping itu, novel ini sangat menyinggung kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini, karena kesemrautan dan ketidakjelasan para pemimpin kita. Apalagi hari-hari ini wacana pembangunan gedung baru DPR, kasus-kasus hukum belum selesai. Untuk itu, para pemimpin kita yang berada di gedung mewah itu, harus meniru gaya kepemimpinan Ki Ageng Pengging II yang sangat perhatian terhadap rakyatnya, mengutamakan rakyat dari pada kepentingan pribadi.

Identitas Penulis
Presiden FAM-J

gedung baru dpr vs kesejahteraan rakyat

GEDUNG BARU DPR VS KESEJAHTERAAN RAKYAT
Oleh; Ahmad Yani
Wacana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sudah tidak asing lagi di telinga kita semua. wacana ini sebenarnya sudah digembar gemborkan sejak tahun lalu, sejak munculnya wacana pembangunan ini langsung di hujani kritikan serta menuai kontroversi dari berbagai kalangan, sehingga pembangunannya pun tertunda. Gedung yang akan dibangun ini memang harus dikaji dan dipertanyakan ulang. Jangan-jangan ini hanya kepentingan kelompok semata, atau jangan-jangan ini skandal baru untuk mengkorupsi uang Negara dengan cara yang halus?
Di tengah kondisi carut marut kebangsaan seharusnya angota dewan tidak memunculkan wacana itu, karena banyak sekali tugas dan kewajiban yang belum terselesaikan sampai hari ini, salah satu contoh kasus Bank Century yang tak kunjung berujung. Hal ini menunjukkan bahwa legislative tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut, seakan hanya mementingkan pribadi dan kelompoknya. Sebagai wakil rakyat, seharusnya DPR lebih mengutamakan penyelesaian berbagai macam problematika kebangsaan dan memperioritaskan kebutuhan rakyat bukan mengutamakan kepentingan kelompok.
Tidak etis memang ketika nasib rakyat tidak menentu, kasus korupsi semakin menggila, mafia hukum, pajak dan skandal lainnya yang belum tuntas penyelesaiannya, anggota dewan malah memilih untuk membangun gedung baru. Padahal, gedung megah yang berdiri di senayan bisa menampung anggota-anggota dewan yang ada. Di samping itu, pembangunan gedung DPR yang akan menghabiskan dana sebesar 2,6 triliun ini terlalu mahal dan tidak seimbang dengan berbagai problematika kemiskinan yang di derita oleh sebagian banyak rakyat Indonesia.
Kalau kita merujuk dari kewajiban anggota dewan sebagai wakil dari rakyat, sangat jelas diterangkan bahwa DPR harus “memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
Alasan yang Menindas
Berdasarkan kebutuhan untuk menampung anggota DPR tersebut, akhirnya Anggota DPR RI Periode 2004–2009 kemudian dilanjutkan oleh Anggota Periode 2009–2014 mengusulkan agar dibangun gedung baru yang representatif sesuai dengan kebutuhan yang berkembang saat ini dan mendatang. Pembangunan gedung baru DPR ini telah disepakati dalam rapat koordinasi antara Tim Kerja BURT DPR RI dengan Tim Kerja PURT DPD RI.
Jadi, alasan utama kenapa kemudian gedung baru itu sangat dibutuhkan oleh DPR adalah adanya penambahan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Sesuai dengan Undang Undang nomor 10 tahun 2008, tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD yang berdampak pada penambahan jumlah karyawan / staf. Pada dasarnya, hal tersebut tidak menjadi persoalan, dan sah-sah saja pembangunan terus dilakukan, akan tetapi dengan catatan kemiskinan, pengangguran, dan kesejahteraan rakyat di negeri ini sudah terpenuhi.
Kalau anggota dewan tetap saja meneruskan pembangunan tersebut ketika pada kondisi kebangsaan kita yang kian tidak menentu, jelas para anggota dewan kita lebih mementingkan kepentingan kelompok dari pada kepentingan rakyat. Disadarai atau tidak, pembangunan gedung mewah tersebut memperjelas asumsi kita bahwa anggota dewan memang menghendaki bertambahnya penderitaan rakyat yang lebih banyak lagi di negeri ini.
Kalau pemerintah “DPR” berfikiran demi kepentingan bangsa dan prihatin terhadap kondisi kebangsaan yang kian carut marut, anggota dewan tidak mungkin sampai berkehendak irasional seperti itu. Tapi sayangnya, orang yang dipercaya sebagai penampung aspirasi rakyat tersebut tidak mampu mengemban amanah yang diberikan. Padahal, kalau dana tersebut di alokasikan kepada rakyat miskin, minimal akan mengurangi beban rakyat, dan diberikan kepada rakyat sebagai modal untuk membangun usaha agar masyarakat mampu hidup mandiri dan sejahtera.
Mengutamakan Rakyat
Para anggota dewan kita harus banyak belajar tentang kepemimpinan dan menyelesaikan masalah, bahwasanya, pemerintah harus berpegang teguh kepada prinsip dan berjuang untuk kepentingan rakyat. Anggota dewan harus banyak belajar pula kepada Mr. Assaat yang hidup di era KNIP (dewan pada masa Soekarno) selalu mengutamakan rakyat, sedikit bicara banyak bekerja, itulah prinsip yang dipegang teguh oleh beliau. Beliau bukan ahli pidato, tidak suka banyak bicara, tapi segala pekerjaan bagi kepentingan perjuangan semua dapat diselesaikan dengan baik. Bukan malah sebaliknya.
Hari ini, sudah bukan rahasia umum lagi bahwa anggota dewan kita sedikit bekerja banyak bicara dan memikirkan upah (gaji). Padahal, seharusnya mereka lebih mengutamakan rakyat sebagai mana yang telah diamanatkan oleh UU 1945. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus bener-bener diaplikasikan dalam bentuk nyata. Bukan hanya dalam bentuk retorika dan wacana semata. Pancasila harus tetap sebagai bahan dasar untuk melakukan hal-hal yang itu demi kepentingan rakyat.
Jangan samapai rakyat semakin melarat dan sengsara dengan keberadaan anggota dewan yang duduk enak di kursi empuk. Sementara rakyat menangis kelaparan di emperan jalan, di pelosok desa dan di tengah kota. Padahal bumi kita sangat terkenal akan kesuburannya. Tapi kita malah menjadi budak di negeri sendiri. Sekali lagi anggota dewan harus bener-bener menjalankan tuganya sebagai wakil rakyat, dan harus mengutamakan rakyat dari pada kepentingan kelompok.


Identitas Penulis
Presiden FAM-J